Waktu yang Pas Memandikan Benda Pusaka
ruangmistis.xyz – Keris merupakan tidak benar satu pusaka asli Nusantara yang dijadikan benda antik nan bertuah. Zaman saat ini keris tidak lagi menjadi pegangan dalam perang, namun menjadi pegangan dan filosofi dalam melakoni kehidupan.
Keris menjadi ‘ageman’ atau pegangan para pejabat dalam menjaga jabatannya, pangkat, dan kedudukannya. Selain itu, keris menjadi tidak benar satu koleksi bagi penyuka benda-benda pusaka.
Ada dua unsur dalam menilai keris yaitu secara esoteris dan eksoterisnya. Ketika berkata esoteris, maka yang dibahas menyangkut soal tuah, tayuh, khasiat, isi, dan segala suatu hal secara mendalam. Berbeda bersama eksoteris yang mengkaji menyangkut pamor, wujud keindahan, pembuatan, dan estetika nilai keris itu sendiri.
Di samping keris sebagai pusaka kerajaan, secara esoteris keris ternyata juga menjadi tidak benar satu layanan pengasihan, layanan kekayaan, layanan kerezekian, kesuksesan, dan lain sebagainya. Keris pusaka menjadi tidak benar satu layanan spiritual dan supranatural yang terlampau diminati hingga selagi ini.
Pusaka berkhodam identik bersama aura mistis dan laku ritual khusus dalam merawatnya agar senantiasa berkhasiat. Salah satu ritual yang tak boleh ditinggalkan oleh si pemiliknya yaitu memandikan pusaka di malam 1 suro.
Cara memandikan keris di malam satu suro inilah yang biasa dilaksanakan oleh para pemilik keris. Cara memandikan keris menjadi tidak benar satu hal perlu utamanya bagi para pengagum dunia supranatural dan orang-orang yang bahagia mengoleksi keris.
Ritual bersihkan keris ini menjadi cara yang sanggup isikan lagi daya dalam keris tersebut. Adapun alat-alat yang wajib disiapkan lainnya, daerah air (baskom) dipergunakan sebagai tempat untuk memandikan atau mencuci pusaka.
Kemenyan, dupa, dan bunga setaman. Kembang setaman yang terdiri dari lima macam yaitu kembang kanthil, kembang melati, mawar merah dan putih, dan juga bunga kenanga. Fungsi utama dari bunga ini nantinya dicampurkan ke dalam air dalam baskom yang dapat digunakan untuk mencuci pusaka.
Selain itu, kemenyan atau dupa dipergunakan selagi ritualjamasan pusaka dapat dilakukan. Selanjutnya, belimbing wuluh atau jeruk nipis dibutuhkan sebagai penghilang karat yang terdapat pada benda pusaka.
Adapun minyak yang biasa digunakan sebagai cara memandikan keris yaitu minyak misik, minyak zakfaron, minyak jamas, minyak kayu cendana, minyak melati, dan minyak seribu bunga. Kain kafan atau kain mori juga perlu dalam cara memandikan keris. Karena kain ini nantinya digunakan untuk membungkus pusaka keris yang sudah dimandikan.
“Itu peralatan yang dibutuhkan dalam menjamas keris. Cara-cara seperti itu merupakan warisan yang sudah diajarkan oleh para empu dan leluhur dalam memelihara keris pusaka,” ungkap Raden Ridwan Yusuf, pengagum dan kolektor keris sepuh, Rabu (20/9/2017) malam.
Dia menceritakan, Keris sepuh merupakan peninggalan para empu dahulu. Mereka memicu keris bersama pengharapan dan doa dilaksanakan bersama lelaku dan tirakat penuh keikhlasan kepada sang pencipta. Tidak tidak benar memelihara bersama tata cara yang diwariskan para empu terdahulu. Bukan mengkultuskan sebuah benda.
Jadi lagi kepada niat hati. Jelas yang sakti penuh karomah bukan kerisnya melainkan empunya lantaran hatinya dekat bersama sang pencipta. Makanya, sebelum ritual memandikan keris dilakukan, terutama dahulu pemilik keris wajib mendoakan empu pembuat keris melalui ritual pembukaan.
Dahulu, dikala seseorang idamkan memesan keris pusaka disesuaikan bersama pekerjaan sehari-hari. Misalnya, yang memesan keris seorang petani maka si empu dapat membuatkan pusaka untuk keberlimpahan hasil taninya. Beda lagi selagi seorang raja yang memesan. Seorang empu dapat memicu bersama penuh pengharapan agar pusaka yang dapat dibikin sanggup berfungsi bagi rakyat yang dipimpin.
“Keris dapur Singobarong yang aku memiliki adalah yang paling berkesan dan istimewa gara-gara merupakan warisan seorang raja. Berkinatah emas, berpamor uler lulut dan junjung drajat. Perpaduan pamor semacam ini melambangkan keinginan agar raja sanggup memakmuran rakyatnya bersama kekayaan yang dimiliki kerajaan dan juga langgeng menjaga kerajaan. Adapun dapur Singobarong melambangkan keberanian dan kebijaksanaan seorang raja,” jelasnya.
Dia menerangkan, asal mula mendapatkan keris berikut selagi khalwat di makam Raden Kusumo Meloyo, papa pangeran Trunojoyo. Saat itu, dirinya bermimpi tengah dikejar-kejar banyak orang agar menjadi bingung dan ketakutan. Akhirnya, dia bersembunyi di sebuah makam yang tersedia di kecamatan Kamal dan diberi sebuah pusaka keris. Keesokan harinya, tersedia seseorang yang mampir ke rumahnya mengantarkan sebuah keris berdapur singobarong tersebut.
“Saat diantarkan ke rumah, langsung mampir juga orang lain melacak keris berikut dan idamkan memaharkan keris itu bersama angka yang besar. Tetapi tidak aku berikan. Orangnya saat ini tetap ada. Banyak hal yang tidak sanggup aku jelaskan di sini,” ungkap pria asal Bangkalan ini.
Tak hanya itu, keris dapur nogorojo yang dimiliki merupakan peninggalan kerajaan mataram yang merupakan warisan dari sesepuhnya. Selain keris, type tombak keraton Bangkalan berdapur Panggang lele dan Arosbaya juga dimiliki olehnya. Sebagian besar merupakan warisan, hanya lebih dari satu saja yang merupakan bantuan orang lain.
Pria yang sering menyepi berikut menceritakan, asal mula kegemarannya pada pusaka lantaran banyak hal yang tidak sanggup dijelaskan bersama indera manusiawi. Seperti tidak benar satu pusaka yang kecuali memegangnya tidak sanggup ditusuk bersama jarum dan kulit tahan pada air keras.
“Karena sang pencipta itu maha gaib, maka hanya sanggup dirasakan bersama kegaiban hati. Kalau benda pusaka itu tidak benar satu ciptaan empu yang unik. Yang lebih unik itu empunya. Dan yang memicu seorang empu adalah sang pencipta. Di situ aku menjadi merasakan filosofi keterkaitannya, antara sang pencipta, empu dan keris,” ceritanya.
Secara eksoteris, keris wajib senantiasa dilestarikan dan dibudayakan. Sebab, Unesco sudah mengakui keris sebagai warisan budaya dunia. Makanya, banyak selagi ini keris kamardikan dibikin oleh empu-empu muda. Itu sebagai wujud pelestarian budaya asli Indonesia.
“Keris kamardikan dibikin sesudah era penjajahan. Di Madura desa Aeng Tong-tong Sumenep memproses keris-keris tersebut. Penjualannya hingga ke luar negeri. Kalau keris sepuh di atas itu, jangan hingga dijual ke luar negeri gara-gara punya kandungan nilai sejarah yang tak ternilai. Itu warisan asli,” tandas pria yang sehari-hari berprofesi sebagai wartawan tersebut.