terjebak dalam dunia kelam keluargaku yang erat dengan praktik musyrik

ruangmistis.xyz – kala berusia 14 tahun saya terjerat didalam dunia kelam keluargaku yang erat dengan praktek musyrik. saya adalah anak bungsu dari dua bersaudara. Keluarga berasal dari pihak Ibu memegang teguh kebiasaan Jawa, sementara pihak bapak adalah orang yang terlalu religius. dari sinilah benturan besar di dalam keluargaku dimulai.

Semuanya bermula disaat aku lihat seorang ‘kakek’ meludahi mentimun di lemari Mbah, yang sekejap berubah terasa Mbahku. Keesokan harinya, saya menceritakan kejadian itu kepada Paman. Tak disangka, Paman tambah bertengkar hebat bersama dengan ayah sampai nyaris saling membunuh. Meski ayah membacok Paman, tak datang luka sedikit pun di tubuhnya. Justru bapak yang terluka parah memuntahkan darah sehabis didorong Paman.

Beberapa hari sehabis perihal itu, disaat tempat tinggal sepi, Paman mengajakku ke rumahnya di Palur, Solo. Di sanalah semuanya berpindah aku dihisap ke dunia tak kasat mata, memirsa makhluk-makhluk gaib menyeramkan, apalagi anak kecil bermain bersama dengan potongan kepala. aku keresahan pingsan, dan sejak ketika itu menjadi studi “ilmu” berasal dari Paman.

Semua makin didalam saat kita berziarah ke makam Mbah Buyut di Majasto. Di sana aku diberi batu putih yang konon dapat memberi “kekuatan”, dan mata batinku dibuka ulang aku mulai sering mengkaji Paman ke tempat-tempat angker, terasa kuat dan tak terkalahkan. tapi dalam hati kecilku, hadir kekosongan.

Sampai selanjutnya aku bersua lagi bersama bapak dengan emosional, aku menuntut alasan perceraian orangtuaku. Di situlah papa mengungkap semua nya bahwa aku pernah lahir sungsang dan hampir mati, tapi diberi peluang hidup lagi oleh Allah. Harapannya, aku dapat lantas anak yang lurus. akan tetapi aku jadi menyimak jejak musyrik keluarganya. papa bercerita bagaimana dia kerap terasa korban “balasan” dari kelakuan mereka, muntah darah, bahkan cacing.

Puncaknya, aku memastikan untuk bertaubat dan buang batu putih itu ke Sungai Bengawan Solo. namun malamnya, sosok wanita bergigi taring keluar dan membuatku kesurupan. sehabis sadar saya disudutkan oleh keluarga sendiri. apalagi Paman dan Kakak menganggapku pengkhianat, dan mereka menampik membantuku lagi.

Akhirnya aku menetapkan pergi dari rumah cuman diantar oleh Ibu hingga depan tempat tinggal disaat berpamitan, sosok ‘kakek’ yang pernah kulihat lagi muncul seolah pertanda bahwa saya belum selesai dengan dunia lama itu. akan tetapi aku sudah mantap. aku pingin hijrah. saya pingin menyusul papa ke Surabaya, mengawali hidup baru.

Cerita ini adalah kisah nyata, bukan dongeng atau film horor. Ini adalah potongan hidup yang aku alami sendiri. Semoga dapat lantas pengingat, bahwa kala kita keliru kiat jalan untuk lagi mungkin susah akan tetapi bukan tidak kali saja Jangan dulu remehkan kapabilitas keimanan, gara-gara itu cuma satu pagar pelindung dari kesalahan fatal yang dapat saja tak bisa diperbaiki ulang