Sains Ungkap Fenomena Keberadaan Hantu

ruangmistis.xyz – Hantu sudah jadi anggota dari banyak budaya dan cerita rakyat di seluruh dunia. Berbagai penelitian sudah dikerjakan untuk menyelidiki fenomena yang berkenaan dengan hantu.
Banyak hasil perlihatkan bahwa pengalaman selanjutnya sering kali mampu dijelaskan dengan segi psikologis dan lingkungan. Meskipun ada beberapa laporan berkenaan penampakan yang sukar dijelaskan, sains tidak menemukan bukti yang memastikan untuk menolong keberadaan hantu.
Melansir laman Live Science terhadap Senin (28/10/2024), Christopher French, seorang profesor emeritus psikologi di Goldsmiths, Universitas London, menulis sebuah buku berkenaan pengetahuan paranormal dan menyatakan penampakan hantu sering kali merupakan tidak benar tafsir. Menurutnya fenomena hantu terlihat dikarenakan beragam alasan.
Penjelasan ini meliputi halusinasi atau persepsi berkenaan hal-hal yang tidak ada. Bahkan, termasuk ingatan palsu atau ingatan berkenaan peristiwa yang tidak terjadi.
Otak manusia rentan lupa dan tidak benar mengingat kejadian. Otak kita termasuk mampu menyita anggapan dengan cepat kala mencoba menyadari pengalaman yang ambigu.
Hal ini berlaku kala seseorang dambakan percaya jikalau mereka sudah lihat hantu atau makhluk mistis lainnya. Ada termasuk beberapa kondisi medis yang membawa dampak persepsi pertemuan dengan hantu lebih bisa saja terjadi.
Salah satu bidang studi French adalah problem yang disebut kelumpuhan tidur atau sleep paralysis. Keadaan di mana seseorang mengira mereka sudah terbangun tapi tidak mampu bergerak, layaknya ditindih oleh hantu.
Perubahan Sinyal Otak
Sejumlah pakar mengutarakan fenomena penampakan makhluk halus alias hantu berkenaan dengan perubahan tanda otak. Dikutip dari Science Daily terhadap Senin (28/10/2024), para peneliti EPFL di Swiss sudah berhasil menciptakan apa yang disebut ilusi hantu di laboratorium.
Tim peneliti Olaf Blanke di EPFL mengutarakan “rasa kehadiran hantu” sebenarnya hasil dari perubahan tanda otak sensorimotor. Fenomena ini melibatkan kesadaran diri dengan mengintegrasikan informasi dari gerakan kita dan posisi tubuh kita di ruang.
Para peneliti pertama-tama menganalisis otak dari 12 pasien dengan problem saraf. Analisis MRI otak pasien mengutarakan ada problem terhadap tiga area kortikal yakni, korteks insular, korteks parietal-frontal, dan korteks temporo-parietal.
Ketiga area ini terlibat di dalam kesadaran diri, gerakan, dan rasa posisi di dalam ruang (proprioception). Bersama-sama, mereka berkontribusi terhadap pemrosesan tanda multisensor, yang perlu untuk persepsi tubuh sendiri.
Dalam jurnal yang diunggah Current Biology, para ilmuwan sesudah itu melakukan percobaan “disonansi” di mana peserta yang ditutup matanya melakukan gerakan dengan tangan di depan tubuh. Di belakang mereka, perangkat robot mereproduksi gerakan mereka, menyentuh punggung mereka secara realtime.
Hasilnya adalah semacam perbedaan spasial, tapi dikarenakan gerakan robot yang tersinkronisasi, otak peserta mampu beradaptasi dan mengoreksinya. Selanjutnya, para pakar saraf memperkenalkan penundaan kala pada gerakan peserta dan sentuhan robot.
Di bawah kondisi asinkron ini, mendistorsi persepsi temporal dan spasial, para peneliti mampu menciptakan lagi ilusi hantu. Para peserta tidak menyadari tujuan percobaan.
Setelah sekitar tiga menit sentuhan tertunda, para peneliti menanyakan apa yang mereka rasakan. Secara naluriah, beberapa subjek melaporkan “rasa kehadiran” yang kuat, lebih-lebih menghitung hingga empat “hantu” yang sebenarnya tidak ada.
Penelitian ini memastikan bahwa hal itu disebabkan oleh persepsi yang berubah dari tubuh mereka sendiri di otak.